A. Pengertian Ibadah
Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak
memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh
aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan
menghindarkan murkanya. Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang
mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin
Ditinjau dari jenisnya, ibadah
dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda
antara satu dengan lainnya
Manusia
adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di
tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya
untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدونِ الذريات 56
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu
(QS. 51(al-Dzariyat ): 56).
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah
ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah akan tingkat, tata cara dan
perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Ø Wudhu,
Ø Tayammum
Ø Mandi hadats
Ø Shalat
Ø Shiyam ( Puasa )
Ø Haji
Ø Umrah
‘Ibadah bentuk
ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan
adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah,
jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus berpola kepada
contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah
untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا
ليطاع باذن الله … النسآء
Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64)
وما آتاكم الرسول
فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka
ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi
bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري . خذوا
عنى مناسككم .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku
tatacara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak
sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara
meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه . عليكم بسنتى وسنة الخلفآء
الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات
الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة . رواه احمد وابوداود والترمذي
وابن ماجه ، اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد ص. وشر الامور
محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu
penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena
kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم
واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ
فدعوه . اخرجه مسلم
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan
akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan
wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebuthikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut
dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba
wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Rumus Ibadah
Mahdhah adalah = “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syariat)
2. Ibadah Ghairu
Mahdah
Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang
diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir,
dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah
ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya
dalil yang melarang.Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka
ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah,
maka boleh melakukan ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada
contoh Rasul,karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan
rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah
hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah
dhalalah.
c. Bersifat rasional,
ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya,
dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat,
buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya
“Manfaat”,selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumus Ibadah
Ghairu Mahdhah = “BB + KA” (Berbuat Baik + Karena Allah)
B. Hakikat Ibadah
Sebenarnya
dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :
خُضُوعُ الرُّوْحِ يَنْشَا
ُعَنِ اسْتِشْعَارِالقلبِ بمحبة ِالمعبودِ وعظَمتهِ اعتقادا بان للعالم سلطا نا
لايدْرِكُهُ العقلُ حقيقَتَهُ
“ ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan
cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad
bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui
hakikatnya".
Adapun seorang
arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah
yaitu :
اصل العبادةِ ان ترضى لله مد
براومختارا, وترضى عنه قاسما ومعطيا ومانعا وترضاه اِلهًا ومعبودا
“ pokok ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku
pengendali urusan; selaku orang yang memilih; engkau meridhai Allah selaku
pembagi, pemberi penghalang (penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi
sembahan engkau dan pujaan (engkau sembah)
Didalam ibadah
itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah.
Penghalangnya
yaitu :
1. Rezeki
dan keinginan memilikinya
2. Bisikan-bisikan
dan keinginan meraih tujuan
3. Qadha;
dan berbagai
problematika
4. Kesusahan
dan berbagai musibah
C. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa yang
tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah ( bid’ah yang ditolak ), hal ini
berdasarkan sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa
yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah
itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya.
Syarat-syarat
diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu
1. Ikhlas
قل انى امرت ان اعبد الله مخلصا له الدين. وامرت لان اكون اول المسلمين (الزمر:11-12)
“Katakan
olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah kepada-Nya)
seraya mengikhlaskan ta’at kepada-Nya; yang diperintahkan aku supaya aku
merupakan orang pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya.”
2. Dilakukan
secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
........فمن كان يرجوالقاءربه
فليعمل عملاصالحاولايشرك بعبادةربه احدا (الكهف:110)
“Barang
siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan tuhannya dalam
ibadahnya itu”
Syarat yang
pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti
syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Ulama’ ahli bijak berkata:
inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu
الوفاء بالعهدود والمحافطة على الحدودوالصبر على المفقو والرضا
بالموجود
1. Melakasanakan
kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari
semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang
luput darinya
4. Rela dengan rizki yang
diterimanya.
D. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) ,
dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk
mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan
dengan:
a.
Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang).
Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah
Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat,
tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang,
sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke
arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
b.
Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak).
Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri,
membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan
sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang
diibadati hanya satu.
c.
Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa).
Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai
mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli
bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian
juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa
al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
A.
PENGERTIAN IBADAH
Secara etimologi, kata ibadah berasal dari
bahasa Arab, dari kata abdun artinya hamba (abdi), ibadah artinya
pengabdian. Jadi, ibadah dimaksudkan sebagai sarana pengabdian atau penyembahan
kepada Allah.
Secara termonologi, pengertian ibadah banyak ragamnya sesuai dengan sudut
pandang masing-masing ulama, antara lain sebagai berikut :
1.
Pengertian
umum ibadah ialah : sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
2.
Menurut -
ulama Tauhid, ibadah ialah : mengesakan Allah, membesarkan-Nya dengan
sepenuh-penuhnya, serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya.
Ulama tauhid menyamakan ibadah dengan Tauhid, sesuai dengan Q.S. al-Nisa (4) :
36.
3.
Menurut
ulama tasawwuf, ibadah ialah : perbuatan seorang mukallaf yang berlawanan
dengan kehendak hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya.
Menurut ulama tasawwuf, ibadah itu mempunyai tiga bentuk, yaitu :
1.
Mengharapkan
pahala dan terhindar dari siksa-Nya.
2.
Karena
memandang bahwa Allah berhak untuk di sembah tanpa memperdulikan apakah yang
akan diperoleh daripada-Nya.
3.
Karena Allah
sangat dicintainya, sehingga senantiasa berusaha untuk dekat dengan-Nya.
4.
Menurut
ulama - fiqhi, ibadah ialah : segala yang dikerjakan untuk memperoleh ridha
Allah dan mengharapkan pahala di akhirat.
5.
Menurut
ulama akhlak, ibadah ialah : melaksanakan dengan ketaatan badaniya, dan
menyelenggarakan segala ketentuan syariat.
KAEDAH
THAHARAH, SHALAT, PUASA DAN ZAKAT
A. Kaedah
Thaharah
Thaharah
artinya bersuci. Thaharah menurut syara' ialah suci dari hadats dan najis.
Suci dari
hadats ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayammum. .
Suci dari
najis ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
1. Air
Ø Macam-macam
Air
Air yang
dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air
yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4.
Air sungai
|
5. Air salju
6. Air telaga
7.
Air embun
|
Air yang suci dan mensucikan ialah :
Ø Pembagian
Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi
empat bagian :
1.
Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air
yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh, (air
mutlak artinya air yang sewajarnya.
2.
Air suci dan dapat mensucikan, tetapi rnakruh
digunakan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat
logam yang bukan emas.
3.
Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti: Air
musta'mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats. Atau
menghilangkan najis walaupun tidak berubah rupanya, rasanya dan baunya
4.
Air mutanajis yaitu air yang kena najis (kemasukan
najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air yang semacam ini
tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika lebih dari dua kullah dan tidak
berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.
2. NAJIS
Ø Macam-Macam
Najis
Najis ialah
satu benda yang kotor menurut syara', misalnya :
1.
Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
2.
Darah
3.
Nanah
4.
Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
5.
Anjing dan babi
6.
Minuman keras seperti arak dan sebagainya
7.
Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena
dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.
Ø Pembagian
Najis
Najis itu
dapat dibagi 3 bagian :
1.
Najis Mukhaffafah (ringan); ialah air
kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan suatu
kecuali air susu ibunya.
2.
Najis Mughallazhah (berat); ialah najis
anjing dan babi dan keturunannya
3.
Najis Mutawassithah (sedang); ialah najis
yang selain dari dua najis tersebut di atas, seperti segala sesuatu yang keluar
dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang
memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan
bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang
Najis mutawassithah dibagi menjadi dua:
1.
Najis 'ainiyah : ialah najis yang berwujud, yakni
yang nampak dapat dilihat.
2.
Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan
bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Ø Cara
Menghilangkan Najis
1.
Barang yang kena najis mughallazhah seperti jilatan
anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu di antaranya dengan air
yang bercampur tanah.
2.
Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki
air pada tempat najis itu.
3.
Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci
dengan cara dibasuh sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya)
itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiyah cara menghilangkannya cukup dengan
mengalirkan air saja pada najis tadi.
3.Berwudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah,
sedangkan menurut syara’ artinya membersihkan anggota tubuh untuk menghilangkan
hadast kecil.
Ø Syarat-syarat
wudhu
1.
Islam
2.
Tamyiz
3.
Tidak berhadats besar
4.
Dengan air suci lagi mensucikan
5.
Tidak ada sesuatu yang menghalangi air
- Faedah
Shalat
1.
Definisi
& Pengertian Sholat Fardhu / Wajib Lima Waktu
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa,
sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratan yang
ada.
2.
Hukum,
Tujuan dan Syarat Solat Wajib Fardhu 'Ain
Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah
wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal tidak
gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Ø Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu :
1.
Beragama
Islam
2.
Memiliki
akal yang waras alias tidak gila atau autis
3.
Berusia
cukup dewasa
4.
Telah sampai
dakwah islam kepadanya
5.
Bersih dan
suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya
6.
Sadar atau
tidak sedang tidur
Ø Syarat sah pelaksanaan sholat adalah sebagai berikut ini :
1.
Masuk waktu
sholat
2.
Menghadap ke
kiblat
3.
Suci dari
najis baik hadas kecil maupun besar
4.
Menutup
aurat
3.
Rukun Shalat
Ø Dalam sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
1.
Niat
2.
Posisis
berdiri bagi yang mampu
3.
Takbiratul
ihram
4.
Membaca
surat al-fatihah
5.
Ruku / rukuk
yang tumakninah
6.
I'tidal yang
tuma'ninah
7.
Sujud yang
tumaninah
8.
Duduk di
antara dua sujud yang tuma'ninah
9.
Sujud kedua
yang tuma'ninah
10.
Tasyahud
11.
Membaca
salawat Nabi Muhammad SAW
12.
Salam ke
kanan lalu ke kiri
Ø Yang Membatalkan Aktivitas Sholat Kita
Dalam melaksanakan ibadah shalat, sebaiknya kita
memperhatikan hal-hal yang mampu membatalkan shalat kita, contohnya seperti :
1.
Menjadi
hadas / najis baik pada tubuh, pakaian maupun lokasi
2.
Berkata-kata
kotor
3.
Melakukan
banyak gerakan di luar sholat bukan darurat
4.
Gerakan
sholat tidak sesuai rukun shalat dan gerakan yang tidak tuma'ninah.
- Faedah
Puasa
Arti puasa
menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk
aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum,
hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari
/ fajar / subuh hingga matahari terbenam / maghrib dengan berniat terlebih
dahulu sebelumnya.
Puasa
mempunyai banyak faedah bagi rohani dan jasmani kita, antara lain:
a. Puasa adalah
ketundukan, kepatuhan, dan keta'atan kepada Allah swt., maka tiada balasan bagi
orang yang mengerjakannya kecuali pahala yang melimpah-ruah dan baginya hak
masuk surga melalui pintu khusus bernama 'Ar-Rayyan'. Orang yang berpuasa juga
dijauhkan dari azab pedih serta dihapuskan seluruh dosa-dosa yang terdahulu.
Patuh kepada Allah Swt berarti meyakini dimudahkan dari segala urusannya karena
dengan puasa secara tidak langsung kita dituntun untuk bertakwa, yaitu
mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Sebagaimana yang
terdapat pada surat Al-Baqarah: 183, yang berbunyi ; "Hai orang-orang yang
beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum
kamu, supaya kamu bertakwa".
b. Berpuasa
juga merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti jihad
nafsi, melawan gangguan setan, bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila
mencium aroma masakan yang mengundang nafsu atau melihat air segar yang
menggiurkan kita harus menahan diri sampai waktu berbuka. Kita juga diajarkan
untuk memegang teguh amanah Allah swt, lahir dan batin, karena tiada seorangpun
yang sanggup mengawasi kita kecuali Ilahi Rabbi.
Adapun puasa
melatih menahan dari berbagai gemerlapnya surga duniawi, mengajarkan sifat
sabar dalam menghadapi segalaa sesuatu, mengarahkan cara berfikir sehat serta
menajamkan pikiran (cerdas) karena secara otomatis mengistirahatkan roda
perjalanan anggota tubuh. Lukman berwasiat kepada anaknya :"Wahai anakku,
apabila lambung penuh, otak akan diam maka seluruh anggota badan akan malas
beribadah".
c. Dengan puasa
kita diajarkan untuk hidup teratur, karena menuntun kapan waktu buat menentukan
waktu menghidangkan sahur dan berbuka. Bahwa berpuasa hanya dirasakan oleh umat
Islam dari munculnya warna kemerah-merahan di ufuk timur hingga lenyapnya di
sebelah barat. Seluruh umat muslim sahur dan berbuka pada waktu yang telah
ditentukan karena agama dan Tuhan yang satu.
d.
Begitupun juga menumbuhkan bagi setiap individu rasa
persaudaraan serta menimbulkan perasaan untuk saling menolong antar sesama.
Saling membahu dalam menghadapi rasa lapar, dahaga dan sakit. Disamping itu
mengistirahatkan lambung agar terlepas dari bahaya penyakit menular misalnya.
Rasulullah Saw bersabda, "Berpuasalah kamu supaya sehat". Seorang
tabib Arab yang terkenal pada zamannya yaitu Harist bin Kaldah mengatakan bahwa
lambung merupakan sumber timbulnya penyakit dan sumber obat penyembuh".
Hari-hari
yang dilarang untuk puasa, yaitu :
Ø saat lebaran
idul fitri 1 syawal dan idul adha 10 dzulhijjah
Ø Hari tasyriq
: 11, 12, dan 13 zulhijjah
Ø Puasa
memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa
nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur
kepada Allah SWT dan juga untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat.
Orang yang
diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum waktunya adalah :
Ø Dalam
perjalanan jauh 80,640 km (wajib qodo puasa)
Ø Sedang sakit
dan tidak dapat berpuasa (wajib qodo puasa)
Ø Sedang hamil
atau menyusui (wajib qada puasa dan membayar fidyah)
Ø Sudah tua
renta atau sakit yang tidak sembuh-sembuh (wajib membayar fidyah ¾ liter beras
atau bahan makanan lain)
1. Puasa
Ramadhan
Puasa
Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi orang yang sehat. Sedangkan bagi yang sakit
atau mendapat halangan dapat membayar puasa ramadhan di lain hari selain bulan
ramadan. Puasa ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh di bulan romadhon
kalender hijriah / islam. Puasa ramadhan diakhiri dengan datangnya bulan syawal
di mana dirayakan dengan lebaran ied / idul fitri.
2. Puasa Senin
Kamis
Puasa senin
kamis hukumnya adalah sunah / sunat di mana tidak ada kewajiban dan paksaan
untuk menjalankannya. Pelaksanaan puasa senin kamis mirip dengan puasa lainnya
hanya saja dilakukannya harus pada hari kamis dan senin saja, tidak boleh di
hari lain.
3. Puasa Nazar
Untuk puasa
nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika puasa nazar tidak
dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan budak / hamba sahaya
atau memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin. Puasa nazar biasanya
dilakukan jika ada sebabnya yang telah diniatkan sebelum sebab itu terjadi.
Nazar dilakukan jika mendapatkan suatu nikmat / keberhasilan atau terbebas dari
musibah / malapetaka. Puasa nazar dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah
SWT atas ni'mat dan rizki yang telah diberikan.
4. Puasa Bulan
Syaban / Nisfu Sya'ban
Puasa nisfu
sya'ban adalah puasa yang dilakukan pada awal pertengahan di bulan syaban.
Pelaksanaan puasa syaban ini mirip dengan puasa lainnya.
5. Puasa
Pertengahan Bulan
Puasa
pertengahan bulan adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap
bulan sesuai tanggalan hijriah. Pelaksanaan puasa pertengahan bulan mirip
dengan puasa lainnya.
6. Puasa Asyura
Puasa asyura
adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 10 di bulan muharam / muharram.
Pelaksanaan puasa assyura mirip dengan puasa lainnya.
7. Puasa Arafah
Puasa arafah
adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 di bulan zulhijah untuk
orang-orang yang tidak menjalankan ibadah pergi haji. Pelaksanaan arafah mirip
dengan puasa lainnya.
8. Puasa Syawal
Puasa syawal
dikerjakan pada 6 hari di bulan syawal. Puasa syawal boleh dilakukan pada 6
hari berturut-turut setelah lebaran idul fitri. Pelaksanaan arafah mirip dengan
puasa lainnya.
- Faedah
Zakat
Zakat Fitrah
ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan
muslim yang berkemampuan dengan
syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan
manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia
dengan izin Allah akan
kembali fitrah.
- Yang
berkewajiban membayar
Pada
prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat
fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya
baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat
yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah:
a.
Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau
hartanya dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
b.
Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir
bulan Ramadhan dan hidup selepas terbenam matahari.
c.
Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir
bulan Ramadhan dan tetap dalam Islamnya.
d.
Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari
akhir Ramadhan.
2. Besar Zakat
Besar zakat
yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits adalah sebesar satu sha' atau
kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.5 kg makanan pokok (tepung,
kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab
syafi'i dan Maliki)
3. Waktu
Pengeluaran
Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling
lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan Shalat Ied. Jika waktu
penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk
dalam kategori zakat melainkan
sedekah biasa.
4. Penerima
Zakat
Penerima
Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf (fakir, miskin, amil,
muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut
beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan
pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan
alasan bahwa jumlah/nilai zakat yang sangat kecil sementara salah satu
tujuannya dikelurakannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat
ikut merayakan hari raya.
5. Sumber
Hadits berkenaan dengan Zakat Fitrah
- Diriwayatkan
dari Ibnu Umar t.ia berkata : Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah
dari bulan Ramadhan satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari sya'iir.
atas seorang hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan
orang dewasa dari kaum muslilmin. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim)
- Diriwayatkan
dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ; Rasulullah
telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari
sya'iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan
orang dewasa dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan
/ dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat 'ied. (H. R :
Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i)
- Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Rasulullah saw telah memfardhukan zakat
fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan
dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa
yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima
dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat 'ied, maka itu
berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah). (H.R : Abu
Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni)
- Diriwayatkan
dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.
bersabda : Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada
tangan di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu
(keluarga dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari
kelebihan kekayaan (yang di perlukan oleh keluarga) (H.R : Al-Bukhary dan
Ahmad)
- Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Rasulullah sw. memerintahkan untuk
mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka
dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka
(tanggunganmu). (H.R : Daaruquthni, hadits hasan)
- Artinya
: Diriwayatkan dari Nafi' t. berkata : Adalah Ibnu Umar menyerahkan
(zakat fithrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia penerima zakat
fithrah / amil) dan mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah
sehari atau dua hari sebelum 'iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary)
- Diriwayatkan
dari Nafi' : Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang
mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di
kumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R:
Malik)
Kesimpulan
·
Ibadah merupakan suatu usaha kita untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam islam itu ada dua macam yaitu
ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Hakikat ibadah itu adalah
melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan
perendahan diri kepada Allah. Seorang hamba yang ibadahnya ingin dikabulkan
hendaklah harus memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan
Rasulullah.
·
Thaharah adalah bersih dari kotoran atau mensucikan
diri
·
Shalat adalah ibadah yang terdiri atas beberapa ucapan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbir yang diakhiri dengan salam
·
Puasa adalah menahan diri dengan niat ibadah dari makanan, minuman, hubungan suami istri dan semua
hal yang membatalkan puasa
·
Zakat adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta
tertentu.
4. Penutup
Agama Islam
sangat memperhatikan masalah thararah karena dalam ilmu fiqih poin pertama yang
dijumpai adalah masalah thaharah. Shalat, adalah tiang agama karena tanpa
shalat berarti kita sama saja meruntuhkan agama. Ibarat rumah, kalau tidak ada
tiangnya tentu akan runtuh. Puasa adalah menahan nafsu. Islam mengajak kita
berpuasa agar menahan nafsu . Zakat
adalah pensucian harta yang kita dapatkan.
Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang
telah ditentukan. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca sekalian. Kami mohon maaf atas segala
kekurangan yang terdapat dalam penulisan materi yang disuguhkan dalam makalah ini.
Terakhir kami sampaikan selamat membaca.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-Jazairi Abu Bakr Jabir. 2000. Ensiklopedi Muslim
Minhajul Muslim. Darul Falah. Jakarta.
2.
Rifa’I Muh. 1976. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap.
PT. Karya Toha Putra. Semarang
3.
Sakka Ambo. 1996. Modul Pendidikan Agama Islam.
MKU Universitas Hasanuddin. Makassar
4.
Sumaji Muh Anis. 2008. 125 Masalah Thaharah. Tiga
Serangkai. Solo
6.
al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul
Ibad. Toha Putra : Semarang.
7. al
Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah.
Jogjakarta: Diva Press.
8. ash
Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.
9. Syukur,
Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti
10. Alim, Drs.
Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.