BERIMAN
KEPADA ALLAH SWT
A.
Dalil-dalil
beriman kepada Allah SWT
Agama islam merupakan
agama Allah SWT, sehingga sesuatu yang diajarkan di dalamnya selalu benar dan
apa yang di perintahkan, alasannya selalu dapat diterima oleh akal sehat
manusia. Berikut ini adalah beberapa dalil-dalil tentang beriman kepada Allah
SWT.
1.
Dalil
aqli (akal)
Keberadaan berbagai alam dan beragaman makhluk,
kesemuanya, bersaksi atas keberadaan Sang Pencipta: Allah Azza wa Jalla. Sebab,
di dunia ini tidak ada satu pihak pun yang mengaku menciptakan alam ini selain
Allah Ta'ala.
Akal memandang mustahil keberadaan sesuatu tanpa
pencipta. Bahkan, akal memandang mustahil terjadinya sesuatu yang paling luas
tanpa pencipta. Itu sama saja seperti keberadaan makanan tanpa ada pihak yang
memasak, atau keberadaan permaidani di atas tanah tanpa ada pihak yang
menggelarnya. Kalau begitu, bagaimana dengan alam yang besar ini, langit dengan
orbit-orbit di sekitarnya, matahari, bulan, bintang-bintang, semuanya berbeda
bentuk, ukuran, dimensi, dan perjalanannya? Bagaimana dengan bumi dan apa saja
yang diciptakan di dalamnya tumbuhan, hewan, jin, manusia, di samping berbagai
ras manusia, dan idividu-individu yang berbeda warna, berbeda bahasa, berbeda
pengetahuan, berbeda pemahaman, berbeda ciri khas, tambang-tambang yang banyak
sekali, sungai-sungai yang dialirkan di dalamnya, tanah keringnya di kelilingi
laut-laut, dan sebagainya.
Keberadaan fiman Allah yang bisa kita baca, renungkan,
dan pahami makna-maknanya, itu semua dalil tentang keberadaan Allah. Karena,
mustahil ada firman tanpa ada pihak yang memfirmankannya, dan mustahil ada
ucapan tanpa ada pihak lain yang mengucapkannya. Jadi, firman Allah menunjukkan
tentang keberadaan-Nya.
Firmannya mengandung perundang-undangan paling kokoh dan
sistem yang paling bijak yang pernah dikenal oleh manusia. Firman yang bijak
dan benar ini mustahil menutut akal manusia dinisbatkan kepada salah seorang
dari mereka, sebab firman seperti itu jauh di atas kemampuan manusia, dan jauh
di atas tingkat pengetahuan mereka. Jika firman tersebut bukan ucapan manusia,
maka firman tersebut adalah ucapan Pencipta manusia, dan itu bukti tentang
keberadaan Allah, ilmu-Nya, kemampuan-Nya, dan kearifan-Nya.
Adanya sistem yang cermat ini, semua makhluk hidup
tunduk pada ketentuan-ketentuan tersebut, tidak keluar dari padanya dalam
kondisi apa pun. Manusia, misalnya, spermanya menempel pada rahim, kemudian
tahapan-tahapan ajaib berlangsung dan tidak ada yang melakukan intervensi di
dalamnya kecuali Allah. Tiba-tiba setelah sperma itu kelaur menjadi manusia
sempurna. Ini pada pembentukan dan penciptaan manusia. Seperti itu pula pada
perkembangan manusia dari bayi dan anak-anak kepada besar dan dewasa, lalu tua.
2.
Dalil
Naqli (wahyu Allah SWT)
Firman Allah SWT:
artinya : “Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat.” (QS. an-Nisaa' (4): 136).
artinya : “Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah (2): 163).
artinya : “Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. al-Baqarah (2): 255).
artinya : “Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Hasyr (59): 22-24).
Dalam Surat Al-Ikhlash, yang mempunyai arti:
"Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa.
Dialah tempat bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dialah
Allah, yang tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau
sesuatu yang sebanding dengan Dia." (QS. al-Ikhlash (112): 1-4).
Sabda RasululIah SAW:
Artinya : “Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar
hendak memeluk Islam): “Saya telah beriman
akan Allah; kemudian berlaku luruslah kamu.” (HR. Taisirul Wushul, 1: 18).
artinya : “Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah.” (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12).
artinya : ”Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12.)
B.
Pengertian
Iman adalah
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan memperbuat dengan badan
(beramal). Sehingga beriman kepada Allah SWT ialah:
1.
Membenarkan
dengan yakin akan adanya Allah SWT;
2.
Membenarkan
dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam
makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya;
3.
Membenarkan
dengan yakin, bahwa Allah SWT bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari
segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu
(makhluk).
Dengan
demikian iman kepada Allah SWT berarti meyakini dengan sepenuh hati itu bahwa
Allah SWT ada, Allah Maha Esa. Kemudian diucapkan dengan lisan yaitu dengan
membaca dua kalimat syahadat. Sebagai perwujudan dari keyakinan ucapan itu,
harus diikuti dengan perbuatan, yaitu menjalankan perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-Nya.
Pada
hakekatnya kepercayaan atau iman kepada Allah SWT sudah dimilki manusia sejak
lahir, bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah SWT ketika
berada di alam arwah. Allah SWT berfirman :
“Dan ingatlah ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab :
“Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.” (QS. Al-A’raf : 172).
Dzat Allah
SWT adalah sesuatu yang ghaib sehingga akal manusia tidak mungkin dapat
memikirkan dzat Allah SWT. Ketika Rasulallah SAW mendapat kabar tentang adanya
sekelompok orang yang berusaha memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah
SWT, maka Rasulallah SAW melarang mereka melakukan hal itu. Rasulallah SAW
bersabda :
“ Dari Ibnu
Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat)
dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan
Allah dan janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu
Asy-Syaikh).
Sebagai
perwujudan dari keyakinan akan adanya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa adalah dengan
pengabdian kita dalam bentuk peribadatan, kepatuhan dan ketaatan secara mutlak
serta tidak menghambakan diri kepada selain Allah SWT dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
yang lain.
C. Dasar
Beriman Kepada Allah
a. Kecendurungan
dan pengakuan hati
b. Wahyu
Allah atau Al-Qur’an
c. Petunjuk
Rasulullah atau Hadist
D.
Unsur-Unsur
Beriman kepada Allah SWT
Keimanan kita
kepada Allah SWT haruslah mengandung empat unsur di dalamnya, sehingga
bersungguh-sungguh dalam beriman kepada Allah SWT. Empat unsur tersebut adalah
;
1.
Keimanan
kepada wujudullah (adanya Allah
ta’ala)
Keberadaan Allah SWT jelas nyata, baik secara fitrah,
akal, syar’i, dan secara indrawi.
Ø
Bukti
fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan
fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan
berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat
sesuatu yang memalingkannya.
Rasulullah SAW bersabda :
"Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu
bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi." (HR.
Al-Bukhari).
Ø
Bukti
akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua
makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan.
Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula
terjadi secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena
segala sesuatu tidak akan dapat mencipakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya
tampak, berarti tidak ada.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan
karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk dengan
aturan aturan yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara
sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya.
Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh
makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada
awalnya pasti tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri,
dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada
yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.
Allah SWT menyebutkan dalail aqli (akal) dan dalil
qath'i dalam surat Ath thur :
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?" ( QS. Ath-thur :
35).
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak
diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi
jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah SWT.
Ketika Jubair bin Muth'im mendengar dari Rasulullah
SAW yang tengah membaca surat Ath-thur dan sampai kepada ayat-ayat ini :
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun,
ataukah mereka menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang
mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau
merekalah yang berkuasa?" ( QS. At-Thur : 35-37).
Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata :
"hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam
hatiku." (HR. Al-Bukhari).
Dalam hal ini Kami ingin memberikan satu contoh. Kalau
ada sesorang berkata kepada anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi
kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi
dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan
kepada anda bahwa istana dengan segala kesempurnaanya ini tercipta dengan
sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak
akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan
dungu. Kini Kami bertanya kepada anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas
ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau
tercipta secara kebetulan?.
Ø
Bukti
syara' tentang wujud Allah SWT bahwa seluruh kitab samawi ( yang diturunkan
dari langit ) berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan
manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu
datang dari Robb yang maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya.
Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan
kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti
bahwa kitab-kitab itu datang dati Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa
yang diberitakan itu.
Ø
Bukti
inderawi tentang wujud Allah SWT dapat dibagi menjadi dua:
·
Kita
dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya do'a orang-orang yang berdo'a serta
penolong-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal
ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Alah SWT.
Allah SWT berfirman :
"Dan (ingatlah kisah) Nuh sebelum itu ketika dia
berdo'a, dan Kami memperkenankan do'anya, lalu Kami selamatkan dia beserta
keluarganya dari bencana yang besar." ( QS. Al-Anbiya : 76).
"Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu
diperkenankannya bagimu …" ( QS. Al-Anfal : 9)
Anas bin Malik t berkata : " Pernah ada seorang
badui datang pada hari jum'at. Pada waktu itu Nabi SAW tengah berkhotbah.
Lelaki itu berkata : "Hai Rasul Allah, harta benda Kami telah habis,
seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah SWT
untuk mengatasi kesulitan Kami. "Rasululah lalu mengangkat kedua tangannya
dan berdo'a. tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah
belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada hari jum'at
yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata : 'Hai Rasulullah,
bangunan Kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah Kami ini kepada
Allah (agar selamat).' Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya
berdo'a : "Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling Kami, dan jangan
Engkau turunkan sebagai bencana bagi Kami." Akhirnya beliau tidak
mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan)."
(HR. Al-Bukhari).
·
Tanda-tanda
para Nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak
orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus para Nabi tesebut,
yaitu Allah SWT, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah
melakukannya sebagai penguat dan penolong bagi para Rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul
laut dengan tongkatnya, Musa memukulnya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua
belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi
seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya :
"Lalu Kami mewahyukan kepada Musa :
"Pukullah lautan itu dengan tongkatmu." Maka terbelahlah lautan itu
dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." ( QS. Asy-Syuara'
: 63).
Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa AS ketika
menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur
dengan izin Allah. Allah SWT berfirman yang artinya :
"… dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin
Allah…" (QS. Al-Imran : 49).
" … dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang
mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan izinKu .." ( QS. Al-Maidah :
110).
Contoh ketiga adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW ketika
kaum Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan,
lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah SWT berfirman tentang hal ini yang
artinya :
"Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah
terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda
(mukjizat), mereka berpaling dan berkata : "(ini adalah) sihir yang
terus-menerus." (QS. Al-Qomar 1-2).
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan
oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujudNya.
2.
Keimanan
kepada sifat rububiyah Allah ta’ala, yaitu kita mengimani bahwa adanya Rabb
semesta alam dan tidak ada satupun sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nya lah hak
untuk mencipta, menguasai dan memerintah.
3.
Keimanan
kepada sifat uluhiyah Allah ta’ala, yaitu mengimani bahwa hanya Allah SWT yang
berhak disembahdan tidak ada satupun sekutu bagi-Nya.
4.
Keimanan
kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT.
E.
Cara
Beriman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh
iman yang tergabung dalam rukun iman. Sehingga keimanan kepada Allah SWT harus
tertanam dengan benar pada diri seseorang, jika tidak akan berlanjut pada lima
rukun iman yang lainnya. Pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang secara
keseluruhan, maka timbul lah sekelompok orang yang mengaku agama islam tetapi
beribadahnya tidak sesuai dengan ajaran islam.
Dilihat dari segi yang umum dan yang khusus, ada dua
caraberiman kepada Allah SWT :
1.
Bersifat
Ijmali, yaitu kita mempercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an
sebagai sumber ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam
mengenal Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa Allah adalah dzat yang
Maha Esa, Maha Suci, Maha Pencipta, Maha Pendengar, Maha Kuasa, dan Maha
Sempurna.
2.
Bersifat
Tafshili, yaitu mempercayai Allah SWT secara rinci, percaya sepenuh hati bahwa
Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan mahluk-Nya atau sering
disebut dengan Asmaul Husna. Kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna
serta menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati maknanya.
Cara
Mengakui Adanya Allah
Mengakui ada-Nya Allah,
ialah : “ Mengakui bahwa alam ini mempunyai Tuhan yang wajib wujud ( ada-Nya ),
yang qadim azali, yang baqi ( kekal ), yang tidak serupa dengan segala yang
baharu. Dialah yang menjadikan alam semesta dan tidaklah sekali – kali alam ini
terjadi dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh yang wajib wujud-Nya itu”.
Cara
Menetapkan Ada-Nya Allah
Agama islam menetapkan
ada-Nya Tuhan ( Wujudullah ) dengan alasan yang jitu dan tepat, yang tidak
dapat dibantah dan disanggah, karena alasan yang dikemukakan oleh Agama Islam (
al-Qur’an ) adalah nyata, logis ( manthiqy ) dan ilmiah.
F.
Kesimpulan
Manusia sebagai
mahluk ciptaan Allah SWT harus beriman kepada-Nya, meyakini akan keberadaan-Nya
dengan bukti-bukti yang Allah SWT jelaskan melalui firman-firman-Nya dan juga
keberadaan alam semesta ini serta meyakini akan kekuasaan-Nya, salah satunya
dalam mengatur alam semesta ini. Sebagai manusia, kita tidak boleh sombong
dengan perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan yang semakin canggih
diciptakan oleh manusia pada masa sekarang ini, namun manusia dengan
kecanggihan teknologinya tidak dapat menghentikan rotasi bumi dalam waktu 1
detik saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar